Gerakan 30 september 1965
Latar belakang
PKI merupakan
partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni
Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan
pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta
anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta
anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan
pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan
dan Soekarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden 5 juli 1965 dengan
dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan
mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Soekarno
menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin" dan PKI menyambut
"Demokrasi Terpimpin" Soekarno dengan hangat dan beranggapan bahwa
dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama
dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi
Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional
dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.
PKI telah menguasai banyak dari
organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezim
Demokrasi Terpimpin dan mulai menyebarkan isu tentang “Dewan jenderal” yang
intinya didalam tubuh TNI AD terdapat beberapa oknum jenderal yang berencana
untuk mengkudeta Soekarno. Mendengar berita tersebut dari PKI soekarno lantas
mengklarifikasi berita tersebut kepada KASAD pada waktu itu jenderal Ahmad Yani
namun saat mengklarifikasi hal tersebut jenderal Ahmad Yani tidak membenarkan
isu tersebut malah meluruskan bahwa memang ada kumpulan jenderal di dalam tubuh
TNI AD tetapi Ahmad Yani tidak sedikitpun mendengar tentang rencana kudeta melainkan
membahas tentang kenaikan pangkat dan mutasi di dalam tubuh TNI itu sendiri dan
hal itu adalah hal yang wajar. Mendengar hal itu soekarno yang tadinya gelisah
merasa tenang kembali dan isu “dewan jenderal” yang awalnya digembor-gemborkan
oleh PKI mulai lesu dan akhirnya menghilang.
Merasa taktik ”dewan jenderal”-nya
gagal PKI tidak kehabisan akal mereka membuat usulan baru kepada sukarno yaitu
membuat angkatan ke-5 selain dari 4 angkatan ABRI yaitu AD, AU, AL, dan Polisi
yang intinya para rakyat (pekerja dan buruh) untuk dipersenjatai (tidak kurang
100.000 senjata yang akan digunakan telah disiapkan oleh RRC untuk menyukseskan
ankatan ke-5 buatan PKI). Setelah memperoleh usulan tersebut Soekarno kembali
memanggil jenderal Ahmad Yani dan meminta pendapatnya tentang angkatan ke-5
yang diusulkan oleh PKI. Jenderal Ahmad Yani pun membalas pertanyaan sukarno
itu dengan menanyakan apa yang akan terjadi jika para buruh dan petani yang
tidak pernah dilatih secara militer tiba-tiba mereka dipersenjatai? Mendengar pertanyaan
balik dari jenderal Ahmad Yani itu Soekarno memutuskan untuk berpikir ulang dan
setelah lama berpikir dan merenung akhirnya usulan PKI untuk pembuatan angakatan
ke-5 itupun ditolak oleh Soekarno.
Merasa sudah tidak ada gunanya lagi
bekerjasama dengan Soekarno karena Soekarno masih mendengar pendapat-pendapat
dari AD maka PKI memutuskan untuk bertindak agresif dan menyiapkan tentara
mereka sendiri.
Ulang tahun KAA dan Rencana Kudeta PKI
Rencana kudeta
PKI sebenarnya telah terlihat sejak adanya kegagalan Ulang Tahun DasaWarsa
Konferensi Asia Afrika di Aljazair, Juni 1965, akibat adanya Kudeta Kolonel
Boumediene terhadap presiden Ben Bella dan gedung tempat penyeleggaraan Ulang
tahun KAA II di Aljazair dibom.
Pada saat itu,
preiden Soekarno tetap melanjutkan pergi ke Kairo. Di sini, ia bertemu dengan
presiden Gamal Abdul Naseer dari republik persatuan Arab dan Perdana Menteri
Chu En Lay, Menteri Luar Negeri Chen Yi dari RRC, Menteri Luar Negeri, dan
Zulfikar Ali Bhutto dari Pakistan. Pertemuan ini dinamakan KTT kecil, sepakat
untuk menunda Konferensi Asia Afrika II.
Pada kesempatan
ini, diadakan pula briefing dengan Duta Indonesia untuk Eropa dan
Amerika Serikat, membicarakan tentang rencana akan diselenggarakannya Conference
of New Emerging Forces – Conefo. Dalam pertemuan ini Aidit ikut di
dalamnya.
Setelah selesai
Aidit pergi ke Paris. Disini, ia bertemu dengan A. Karim D.P., Ketua Umum PWI.
Ditanya oleh Karin D.P. tentang Kudeta Kolonel Boumediene. Jawaban Aidit, bahwa
Boumediene adalah benar dan progresif. Dijelaskan lebih lanjut, jika Kudeta
didukung sedikitnya 30% rakyat, kudeta tersebut bisa bermutasi menjadi revolusi.
Pandangan ini menurut Manai Sophian sebagai analisis Aidit dalam upayanya
melaksanakan Kudeta Gerakan 30 September nantinya.
Untuk kepentingan
ini, D.N Aidit dan Njoto meneruskan ke Kremlin Moskow. Ternyata rencana kudeta
denga kekuatan 30% ditolak oleh Kremlin karena menurut Marxisme, revolusi harus
bersumber dari kemauan rakyat. Bukan hanya dipaksakan dari atas dengan rekayasa
kudeta. Penolakan Rusia ini tidak dipedulikan dan Aidit jalan terus dengan
rencana kudetanya karena merasa cukup dengan dukungan RRC saja.
Adapun Politbiron
PKI terdiri dari D.N Aidit, Lukman, Njoto, Sudisman, Ir. Sakirman, Njono,
Munir, Ruslan Wijayasatra, dan Rewang. Mereka juga merasa sudah kuat menghadapi
TNI AD karena sudah memiliki pendukung Kelompok Perwira Muda Yang Maju serta
RRC berpihak kepada D.N Aidit bukan Rusia.
Dalam briefing
28 September 1965 di Jakarta, dihadiri juga oleh CDB Jabar, Jateng, dan Jatim. Diputuskan
PKI akan melakukan kudeta, dengan bantuan Laksamana Udara Umar Dhani dengan
cara penculikan dan pembinasaan para Jenderal Angkatan Darat yang dikegorikan
dari Dewan Jenderal.
Rencana ini
dilaksanakan pada 30 September 1965, sekitar 3 dini hari. Dapat diartikan pula
1 Oktober 1965 karena telah lewat pukul 12 malam. Terjadi bencana penculikan
dan pembunuhan:
1.
Letnan jenderal
Ahmad Yani, Menteri/Panglima AD/Kepla Koti.
2.
Mayor jenderal R.
Soeprapto, Deputi II Men/Pangdad
3.
Mayor jenderal
Harjono Mas Tirtodarmo, Deputi III Men/Pangad
4.
Mayor
5.
Brigadir
6.
Brigadir
7.
Letnan
8.
Brigadir Polisi
Karel Sasuit Tubun
9.
Kolonel Katamso
Dharmokusumo
10. Letnal Kolonel
Gerakan ini dipimpin oleh Letnan
Kolonel Untung Sutopo, Komandan Batalyon atau Resimen Cakrabirawa, yaitu
pasukan pengawal presiden. Mereka mulai bergerak dengan mengadakan penculikan
dan pembunuhan pada tanggal 1 Oktober 1965 waktu dini hari.
Enam orang perwira tinggi dan segenap
perwira pertama Angkatan Darat diculik ditempat kediamannya masing-masing. Kemudian
dibunuh oleh anggota-anggota Pemuda Rakyat, Gerwani dan lain-lain ormas PKI
yang telah menunggu di Lubang Buaya, sebuah desa yang terletak di sebelah
selatan Pangkalan Udara Utama (Lanuma) Halim Perdana Kusumah, Jakarta. Bersama-sama
dengan para korban lainnya yang telah dibunuh ditempat kediaman mereka, jenasah
dimasukkan ke dalam sebuah lubang sumur tua di desa tersebut.
Sedangkan Jenderal Abdul Haris
Nasution yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Komparteman Hankam/Kepala
Staf Angkatan Bersenjata, yang sebenarnya menjadi sasaran utama dari gerakan 30
S PKI berhasil meloloskan diri dari usaha penculikan dan pembunuhan. Tetapi
putri beliau Ade Irma Suryani Nasution tewas karena tembakan-tembakan para
penculik.
Para Jenderal yang diculik dan
berusaha dibunuh ini dituduh mengadakan Coup dengan pemerintah. Mereka menyebut
ada "Dewan Jendral" yang akan mengambil alih kekuasaan Presiden
Soekarno. Tetapi ternyata tuduhan ini tidak benar. Bahkan hanya untuk
mengelabuhi pengkhianatan G.30.S/PKI itu sendiri.
G 30 S/PKI inilah yang sebenarnya
mengadakan Coup terhadap Pemerintah yang syah. Ini terbukti setelah dapat
menguasai 2 buah sarana komunikasi yang sangat vital yaitu Studio RRI Pusat
Jakarta yang berada di Jl. Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang berada
di Jl. Merdeka Selatan, Jakarta Pusat mengeluarkan pengumuman dan dekrit
sebagai berikut :
1.
Pada pagi hari
tanggal 1 Oktober 1965 pukul 07.20 WIB kemudian diulang pada jam 08.15 WIB
mengeluarkan pengumuman bahwa Gerakan mereka ditujukan kepada Jendral-jendral
anggota Dewan Jendral yang akan mengadakan coup terhadap Pemerintah.
2.
Pada siang hari
jam 13.00 WIB disiarkan sebuah dekrit tentang pembentukan selanjutnya
"Dewan Revolusi adalah sumber segala kekuasaan dalam negara Republik Indonesia
dan kegiatan sehari-hari diwakili oleh Presidium Dewan yang terdiri dari
Komandan Gerakan 30 September yang juga merupakan Ketua dan wakil-wakil Ketua
Dewan Revolusi".
3.
Kemudian pada
pukul 14.00 pengumuman berikutnya yaitu dikeluarkannya 2 buah keputusan dewan
Revolusi, yaitu :
a.
Pertama : Dewan
Revolusi terdiri dari 45 orang. Ketuanya adalah Letnan Kolonel Soepardjo.
Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Sumardi dan Ajun Komisaris Besar Polisi
Anwas.
b.
Kedua :
Pengumuman tentang penghapusan pangkat jendral dan mengenai pangkat yang
tertinggi dalam Angkatan Bersenjata yaitu Letnan Kolonel. Mereka yang
berpangkat Letnan Kolonel harus menyatakan kesetiaannya kepada Dewan Revolusi.
Selanjutnya baru berhak memakai tanda pangkat Letnan Kolonel. Sedangkan Bintara
dan Tamtama ABRI yang ikut melaksanakan Gerakan 30 September pangkatnya
dinaikkan satu tingkat dan yang ikut gerakan pembersihan Dewan Jendral
pangkatnya dinaikkan 2 tingkat.
Pengkhianatan G.30.S yang didalangi
oleh PKI ini ternyata sudah matang dipersiapkan dan tidak hanya di Jakarta
saja. Di berbagai daerah PKI dan anggota-anggota ABRI yang telah dibina
melakukan perebutan kekuasaan.
a)
Di Yogyakarta
Tanggal 1 Oktober 1965 melalui RRI
Yogya diumumkan telah terbentuk dewan Revolusi daerah Yogyakarta. Ketuanya
Mayor Mulyono, kepala seksi Teritorial Korem 072/Yogyakarta. Komandan Korem
072, Kolonel Katamso dan Kepala Staf Korem 072 Letnan kolonel Sugiyono,
masing-masing diculik dari rumah dan markas Korem 072 pada sore hari tanggal 1
Oktober 1965. Mereka dibawa ke Markas Batalyon "L" di desa Kentungan
yang terletak di sebelah utara kota Yogyakarta dan selanjutnya dibunuh di sana.
b)
Di Semarang
Kolonel Sukirman, asisten Intelejen
Kodam VII/Diponegoro, setelah menguasai studio RRI Semarang mengumumkan
pembentukan "Gerakan 30 September Daerah" yang dipimpinnya sendiri.
c)
Di Wonogiri
Ibu kota sebuah Kabupaten yang
terletak di sebelah selatan kota Solo ini juga dibentuk Dewan Revolusi daerah
Wonogiri yang dikuasai oleh Bupati Wonogiri dengan dukungan Komandan Distrik
Militer setempat.
d)
Di
Solo/Surakarta
Gerakan dilakukan oleh beberapa
perwira dan anggora-anggota Brigade Infanteri VI yang melalui studio RRI Solo
mengumumkan dukungan terhadap Gerakan 30 September. Kemudian walikota Solo
Oetomo Ramelan, seorang tokoh PKI atas nama Front Nasional Solo menyiarkan pula
dukungan terhadap gerakan 30 September.
Para Ulama dan rakyat pada umumnya
tidak mengetahui apa yan terjadi sebenarnya. Jangankan para Ulama dan pimpinan
partai politik Islam lainnya, para Pahlawan Revolusi sekalipun sedang memangku
kedudukan yang strategis, tidak juga mengetahui rencana kudeta PKI. Terbukti,
setelah pagi harinya, 1 Oktober 1965, mendengar siaran RRI, pukul 07.20 dan
diulang pada 08.15, para Ulama dan masyarakat mulai mendengar adanya Gerakan 30
september PKI. Pada siang harinya, pukul 13.00 disiarkan tentang pembentukan
Dewan Revolusi dan pendemisionerkan Kabinet Dwikora.
Pada pukul 14.00, 1 Oktober 1965
diumumkan 45 anggota Dewan Revolusi, dipimpin oleh Letkol Untung dengan
wakil-wakilnya terdiri dari Brigjen Supardjo, Letkol Udara Heru, Kolonel Laut
Sunardi, dan Adjun Komisaris Besar Polisi Anwas. Diumumkan pula, penurunan
pangkat jenderal menjadi kolonel. Sebaliknya, kepada yang memihak Dewan
Revolusi dinaikkan pangkatnya dua kali kenaikkan.
Omar Dhani pada hari dan taggal yang
sama 1 Oktober 1965, mengeluarkan perintah harian, untuk Slagorde AURI,
mendukung Gerakan 30 September/PKI di atas. Omara Dhani yakin adanya Dewan
Jenderal Angkatan Darat berdasarkan informasi dari Brigjen Supardjo.
Sepintas PKI terlihat telah menang
dan benar. Namun, setelah Mayjen Soeharto dari Komando Strategis Angkatan
Darat- KOSTRAD, mengambil alih pimpinan keamanan. Segera dilakukan operasi
militer, dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, mengambil alih Studio RRI
dan kantor pusat Telekomunikasi. Kemudia, disiarkan pidato Mayjen Soeharto,
penjelasan situasi sebenarnya terjadi dan keselamatan presiden Soekarno. Para Ulama
dan rakyat baru memahami adanya Kudeta Gerakan 30 September/PKI yang dibantu
oleh pimpinan Angkatan Udara. Rangkaian singkatnya dpat dituliskan sebagai
berikut.
·
30 September
1965 : PKI menyusun kekuatan dengan mempersiapkan pasukan-pasukannya di daerah
Lubang Buaya.
·
01 Oktober 1965
: Pasukan PKI mengadakan penculikan para Jenderal.
·
02 Oktober 1965
: Pemerintah mengadakan operasi militer dengan menurunkan pasukan kostrad di
bawah Meyjen Soeharto. => yang memerintah pasukan => RPKAD => Kolonel
Sarwo Edi Wibowo
·
02 Oktober 1965
: Pasukan RPKAD berhasil merebut kembali sarana penting : Stasiun RRI, Pusat
Telekomunikasi
·
03 Oktober 1965
:Berhasil merebut Halim Perdana Kusumah dan dilanjutkan dengan pencarian para
Jenderal atas petunjuk Brigadir Polisi Sukitman.
·
04 Oktober 1965
: Dilakukan penggalian mayat para Jenderal di sumur tua Lubang Buaya.
·
05 Oktober 1965
: Dilakukan pemakaman para Jenderal di Kalibata, taman makam pahlawan.
·
06-09 Oktober
1965 : Diadakan operasi militer pembersihan G30S/PKI baik di Jakarta, Jatim dan
Jateng.
·
09 Oktober 1965
: Berhasil menangkap Letkol Latif.
·
11 Oktober 1965
: Letkol Untung Sutopo tertangkap di Tegal dan tertembaknya D. N Aidit di
Boyolali.
·
24 November
1966 : Kematian D. N Aidit disebarluaskan, dilanjutkan dengan penangkapan tokoh
lain G30S/PKI, seperti Nyono, Dr. Subandrio, Umar Dani, Sam Kamarujaman,
Kolonel Sakirman.
Pada 4 Oktober 1965, berdasarkan
keterangan Polri Soekitman, yang berhasil lolos dari penculikan, ditemukanlah
tempat pemakaman jenderal-jenderal yang diculik dan dibunuh oleh PKI,
dimasukkan kedalam sumur sedalam 12 meter, di Lubang Buaya dari Bandar Halim
Perdanakusumah. Untuk menguasai Lubang Buaya, terjadi perlawanan kecil dari
Pemuda Rakyat dan Gewani sebagai kekuatan massa yang dipersenjatai, di bawah
piminan Mayor Udara Sujono. Pengankatan jenazah dari sumur Lubang Buaya
dilaksanakan oleh Kesatuan Inti Para Amphibi dari KKO AL.
Adapun dari kesatuan TNI yang
memihak kepada PKI dan bertugas menculik dan melakukan pembunuhan delapan
jenderal adalah kesatuan Pasopati di bawah Letnan Satu Dul Arief dan Letnan Dua
Siman, terdiri dari satu kompi masing-masing Resimen Tjakrabirawa, Batalyon
Para 454, Batalyon Para 530, dan dua peleton masing-masing dari Brigade
Infanteri 1, Kesatuan Para Angkatan Udara, serta Kesatuan Kavaleri. Korban
delapan jenderal ini diserahkan kepada Kesatuan Pringgodani di Lubang buaya
yang berada di wilayah Halim Perdanakusumah.
Penguasaan wilayah Halim
Perdanakusumah dan Lubang Buaya oleh pasukan RPKAD. Kemudian dilaporkan oleh
mayor C.I. Santoso, Danyon I RPKAD kepada pangkostrad Mayjen Soeharto yang
memimpin langsung pengambilan jenazah para jenderal dan perwira pertama korban
keganasan G-30-S/PKI. Adapun penggalian kembali dilakukan oleh RPKAD dan KKO AL
atau Korps Marinir TNI AL. Untuk dipindahkan ke Makam Pahlawan Kalibata Jakarta
pada 5 Oktober 1965.
Dampak Gerakan 30 September 1965
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi
di indonesia telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik
masyarakat indonesia yaitu :
1.
Dampak Politik
a.
Presiden
Soekarno kehilangan kewibawaannya di mata rakyat Indonesia.
b.
Kondisi politik
Indonesia semakin tidak stabil sebab muncul pertentangan dalam lembaga tinggi negara.
c.
Sikap
pemerintah yang belum dapat mengambil keputusan untuk membubarkan PKI sehingga
menimbulkan kemarahan rakyat.
d.
Munculnya aksi
demonstrasi secara besar-besaran yang dilakukan rakyat beserta mahasiswa yang
tergabung dalam KAMI, KAPPI, dan KAPI menuntut pembubaran terhadap PKI beserta ormas-ormasnya.
Tuntutan mereka dikenal dengan istilah Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat yaitu:
a)
Pembubaran PKI.
b)
Pembersihan
Kabinet Dwikora dan unsur-unsur PKI.
c)
Penurunan
harga-harga barang.
e.
Pemerintah
mengadakan reshuffle (pembaharuan) terhadap Kabinet Dwikora menjadi Kabinet
Dwikora yang disempurnakan dengan ditunjuknya kabinet yang anggotanya seratus
menteri sehingga dikenal dengan Kabinet Seratus Menteri. Akan tetapi,
pembentukan kabinet tersebut ditentang oleh KAMI dan rakyat banyak sebab dalam
kabinet tersebut masih dijumpai menteri-menteri yang pro-PKI atau mendukung PKI
sehingga mereka melakukan aksi ke jalan dengan mengempeskan ban-ban mobil para
calon menteri yang akan dilantik. Aksi
tersebut menewaskan seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Kematian
Arif Rahman Hakim tersebut memengaruhi munculnya aksi demonstrasi yang lebih
besar yang dilakukan mahasiswa dan para pemuda Indonesia di Jakarta maupun di
daerah-daerah lainnya.
f.
Pada tanggal 25
Februari 1966, Presiden Soekarno membubarkan KAMI sebab dianggap telah menjadi
pemicu munculnya aksi demonstrasi dan turun ke jalan yang dilakukan oleh para
pemuda Indonesia dan mahasiswa Indonesia.
g.
Pada tanggal 11
Maret 1966 diselenggarakan sidang kabinet yang ingin membahas kemelut politik
nasional. Namun sidang ini tidak dapat diselesaikan dengan baik karena adanya
pasukan tak dikenal yang ada di luar gedung yang dianggap membahayakan
keselamatan Presiden Soekarno.
h.
Pada tanggal 11
Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret atau
yang dikenal dengan istilah Supersemar yang isinya Presiden Soekarno memberi
perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap
penting dan perlu agar terjamin keamanan dan ketertiban, jalannya pemerintahan
dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan
Presiden.
2.
Dampak Ekonomi
Di Bidang
Ekonomi, Peristiwa G30S/PKI telah menyebabkan akibat yang berupa infalasi yang
tinggi yang diikuti oleh kenaikan harga barang, bahkan melebihi 600 persen setahun
untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mengeluarkan dua kebijakan ekonomi
yaitu :
a.
Mengadakan
devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru yaitu Rp. 1000 menjadi Rp.100
b.
Menaikkan harga
bahan bakar menjadi empat kali lipat tetapi kebijakan ini menyebabkan kenaikan
harga barang yang sulit untuk dikendalikan.
Kesimpulan
Peristiwa Gerakan
30 september 1965 ini adalah akibat dari tidak diterapkannya Islam secara
kaffah karena Islam itu sendiri terdiri dari agama sekaligus ideologi. Perlu kita
ketahui peristiwa G30S adalah sekelumit percikan api yang diciptakan oleh
pertentangan dua ideologi besar yang berasal dari pemikiran manusia yaitu
kapitalis versus komunisme yang kedua-duanya bisa dikatakan punya kelemahan
masing-masing dan tidak ada slah satu dari keduanya yang sempurna karena mereka
berdua adalah produk buatan manusia yang pastinya banyak sekali kecacatannya. Maka
dari itu kita sebagai manusia yang bijak seharusnya telah terbuka mata hati
kita bahwa ideologi yang sempurna adalah ideologi Islam yang juga merupakan
agama dan agar kehidupan di muka bumi ini dapat damai dan memperoleh
kesejahteraan bersama maka ayo kita bersma-sama mulai diri kita sendiri untuk
menerapkan ajaran-ajaran Islam secara kaffah mulai dari yang terkecil.
sumber:
Suryanegara, ahmad mansur API SEJARAH 2
Posting Komentar